Laman

Kamis, 29 Desember 2011

TEORI DAN KEGUNAAN TEORI SOSIOLIGI

TEORI DAN KEGUNAAN
 TEORI SOSIOLIGI

A.   PENGERTIAN TEORI SOSIOLOGI
Secara garis besar teori membahas tentang hubungan antara dua fakta atau lebih, yang kemudian fakta-fakta tersebut dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan kebenarannya. Selain itu, suatu teori dibangun berdasarkan alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengertian teori ialah prinsip-prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk rumus atau aturan yang berlaku umum, dapat menjelaskan hakikat suatu gejala, hakikat hubungan suatu gejala, hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih, relevan dengan kenyataan yang ada dan operasional, alat untuk memperjelas, dapat diverifikasi atau dibuktikan, serta berguna dalam meramalkan suatu kejadian. Selain itu teori juga mempunyai fungsi diantaranya sebagai berikut :
1)      Menyimpulkan generalisasi dan fakta-fakta hasil pengamatan.
2)      Memberi kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi fakta-fakta yang diperoleh.
3)      Memberikan ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi.
4)      Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi.
Sedangkan pengertian sosiologi adalah suatu ilmu sosial yang mempelajari tentang hubungan yang terjadi dalam masyarakat (interaksi sosial) dan proses yang terjadi akibat hubungan tersebut masyarakat, serta mempelajari fakta-fakta yang ada dimasyarakat yang mungkin dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam masyarakat tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau struktur logis tentang hakikat manusia dan hubungan yang terjadi dalam masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
Dalam membangun teori, sosiolog berhadapan dengan berbagai macam pilihan. Asumsi-asumsi dasar tersebut akan sangat berguna untuk memudahkan seorang ilmuwan untuk membangun teori. Asumsi-asumsi itu disebut Thomas Kuhn (1970) sebagai paradigma teoritik yaitu, serangkaian asumsi dasar yang mengarahkan untuk berpikir dan meneliti.
Menurut Jurgen Habermas bahwa ilmu sosial (sosiologi) dalam ranah ilmu yang memiliki kepentingan (dan kemampuan) emansipatoris karena sosiologi tidak hanya berperan dalam menjelaskan dan memaknai masyarakat, tapi juga memperbaiki masyarakat.
Banyak sosiolog yang menyadari bahwa berbagai teori tentang masyarakat tidak dapat dengan mudah digabungkan ke dalam suatu teori tunggal. Apalagi dengan berkembangnya pandangan-pandangan mikro yang mengakui pentingnya konsep manusia dan masyarakat di setiap tempat sebagai kerangka acuan (atau asumsi dasar) untuk membangun teori sosiologi.
Teori sosiologi berkembang karena terjadinya perubahan sosial yang sangat pesat dalam masyarakat dan dalam ilmu itu sendiri. Pendekatan-pendekatan tertentu, mulai dari fungsionalisme sampai strukturalisme, telah banyak dikritik karena tidak memperhitungkan perubahan. Thomas Kuhn mengatakan salah satu perkembangan teori adalah akibat perbedaan paradigma. Kemudian, teori berkembang karena ilmuwan melihat pada objek yang sama dengan cara pandang yang berbeda. Ide Kuhn ini jelas menantang asumsi yang berlaku umum di kalangan ilmuwan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Secara umum, sebelum Kuhn, ilmuwan berpendirian bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu itu terjadi secara kumulatif. Hal ini ditentang oleh Kuhn, yang menyebutkan, perkembangan ilmu pengetahuan sebenarnya terjadi secara revolutif. Yaitu dengan mengubah cara pandang ilmuwan dalam memaknai suatu fakta. Namun, Kuhn tetap meyakini adanya suatu hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum, yang biasa disebut exemplar.
Melihat kecenderungan yang disampaikan oleh Kuhn itu, maka ada kemungkinan bahwa dalam sosiologi terdapat beberapa paradigma. Yang sangat mungkin, satu dengan yang lain, saling bertolakbelakang. Beberapa pandangan tentang pembagian teori sosiologi pun bermunculan. Cotton (1966) membahas sosiologi naturalistis dan animistis. Giddens (1967) membuat pembedaan sosiologi interpretatif dan positivistis. Martindale (1974) membagi sosiologi scientific dan humanistis.
Perubahan Sosiologi sangat erat hubungannya dengan perubahan sosial yang terus terjadi dalam masyarakat. Setidaknya ada tiga variabel perubahan sosial yang bisa dijadikan titik tolak bagi perubahan teori sosiologi itu. Yaitu: (1) bumi yang semakin padat akibat manusia yang terus bertambah. Semakin banyak manusia, semakin kompleks pula interaksi sosial dan masalah sosial yang terjadi; (2) inovasi teknologi yang belum berhenti. Hubungan antara manusia dengan teknologi membutuhkan hal yang cukup kompleks ketika harus berhadapan dengan tingkat ekonomi, pendidikan dan geografis. Inovasi teknologi justru membuat kesenjangan sosial yang tidak bisa disepelekan; (3) perubahan iklim politik ilmu pengetahuan yang menyebabkan semakin tidak jelasnya sekat antar-ilmu.
Oleh karena itu, Teori harus dipelajari karena warisan ilmiahnya bisa menjadi penuntun dalam memahami kenyataan sosial. Hanya saja kenyataan sosial itu harus diakui begitu luasnya, dan terus berkembang. Dengan demikian warisan teori itu harus dievaluasi relevansinya, sehingga terus aktual untuk menganalisis dunia sosial masa kini.

B.   LAHIRNYA TEORI SOSIOLOGI
Pemikiran sosiologis berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap sebagai krisis sosial, maka mulailah orang berpikir tentang sosiologis. Pemikiran terhadap konsep masyarakat yang lambat laun melahirkan ilmu yang dinamakan sosiologi itu pertama kali terjadi di Etopia. Adapun beberpa faktor pendorongnya adalah karena semakin meningkatnya perhatian terhadap masyarakat, serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya masyarakat Eropa. Pada saat itu ada tiga peristiwa atau perubahan besar yang akhirnya menjadi pemicu lahirnya masyarakat baru. Sosiologi itu lahir pada saat transisi menuju masyarakat baru tersebut, yakni pada abad ke-19. Adapun ketiga peristiwa besar yang mengisi lahirnya sosiologi itu antara lain:
1.      Revolusi Politik (Revolusi Prancis)
Perubahan masyarakat yang terjadi selama revolusi politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Adanya semangat liberalisme muncul di segala bidang seperti penerapan dalam hukum dan undang-undang. Pembagian masyarakat perlahan-lahan terhapus dan semua diberikan hak yang sama dalam hukum.
2.      Revolusi Ekonomi (Revolusi Industri)
Abad 18 merupakan saat terjadinya revolusi industri. Berkembangnya kapi-talisme perdagangan, mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unitunit produksi yang luas, terbentuknya kelas buruh, dan terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi dari hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubahan dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai perekonomian semakin melemahkan kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang bersatu membentuk perserikatan. Menurut Aguste Comte perubahan-perubahan tersebut berdampak negatif, yaitu terjadinya konflik antar kelas dalam masyarakat. Comte melihat, setelah
pecahnya revolusi Prancis masyarakat prancis dilanda konflik antar kelas. Konflik-konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak tahu bagaimana
mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat. Maka Comte menganjurkan supaya semua penelitian mengenai masyarakat ditingkatkan sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur
gejala-gejala sosial. Tetapi Auguste Comte belum dapat mengembangkan hukum-hukum sosial itu sebagai suatu ilmu tersendiri. Comte hanya memberi istilah untuk ilmu tersebut dengan sebutan sosiologi. Istilah sosiologi muncul pertama kali pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke-47 Cours de la Philosophie (Kuliah Filsafat) karya Auguste Comte. Tetapi sebelumnya Comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika sosial tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang statistic kependudukan maka dengan berat hati Comte harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan istilah baru yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu socius (masyarakat) dan logos  (ilmu). Dengan harapan bahwa tujuan sosiologi adalah untuk menemukan hukum-hukum masyarakat dan menerapkan pengetahuan itu demi kepentingan pemerintahan kota yang baik.
3.      Revolusi Intelektual
Sosiologi lahir di tempat yang berbeda yaitu Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab yang menunjukkan adanya beberapa kemajuan intelektual yang secara radikal bertentangan. Mazhab Prancis ditandai dengan personalitas Emile Durkheim melalui pendekatan yang objektif dengan menggunakan model ilmu pengetahuan alam. Mazhab Jerman, membedakan antara ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan kejiwaan dalam penjelasan, serta cakupannya. Di Amerika terkenal dengan Mazhab Chicago bertujuan untuk mengintervensi dan membahas permasalahan yang konkrit secara empiris dengan membangun laboratorium, melakukan penelitian sampai mempublikasikan buku-buku dan majalah.
Dari tempat-tempat lahirnya Sosiologi tersebut memunculkan banyak tokoh perintis sosiologi dan mulai menggeluti ilmu pengetahuan ini dan melakukan banyak penelitian tentang sebuah masyarakat dan permasalahan sosialnya. Mereka mencoba mencari sebuah pemikiran yang murni sosiologi karena selama kurun waktu tersebut sosiologi masih banyak terpengaruh dari ilmu filsafat dan psikologi yang telah terlebih dahulu ada. Diantara tokoh perintintis sosiologi tersebut antara lain :
1.      Auguste Comte (1798 – 1857)
Tokoh sosiologi ini mendapat julukan sebagai bapak Sosiologi. Salah satu sumbangan pemikirannya terhadap sosiologi adalah tentang hukum kemajuan kebudayaan masyarakat yang dibagi menjadi tiga zaman yaitu: pertama, zaman teologis adalah zaman di mana masyarakatnya mempunyai kepercayaan magis, percaya pada roh, jimat serta agama, dunia bergerak menuju alam baka, menuju kepemujaan terhadap nenek
moyang, menuju ke sebuah dunia di mana orang mati mengatur orang
hidup. Kedua, zaman metafisika yaitu masa masyarakat di mana pemikiran
manusia masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal. Ketiga, zaman positivis yaitu masa di mana segala penjelasan gejala sosial maupun alam dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah (hukum-hukum ilmiah). Karena memperkenalkan metode positivis maka Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri-ciri metode positivis adalah objek yang dikaji berupa fakta, bermanfaat, dan mengarah pada kepastian serta kecermatan. Sumbangan pemikiran yang juga penting adalah pemikiran tentang agama baru yaitu agama humanitas yang mendasarkan pada kemanusiaan. Menurut Comte, intelektualitas yang dibangun manusia harus berdasarkan pada sebuah moralitas. Bagi Comte, kesejahteraan, kebahagiaan dan kemajuan sosial tergantung pada perkembangan perasaan altruistik serta pelaksanaan tugas meningkatkan kemanusiaan sehingga masyarakat yang tertib, maju, dan modern dapat terwujud. Tetapi agama humanitas ini belum sempat dikhotbahkan oleh Comte sebagai agama baru bagi masyarakat dunia karena pada tahun 1957, Comte meninggal dunia.
2.    Karl Marx (1818 – 1883)
Lahir di Jerman pada tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniawan Yahudi. Pada tahun 1814 mengakhiri studinya di Universitas Berlin. Karena pergaulannya dengan orang-orang yang dianggap radikal terpaksa mengurungkan niat untuk menjadi pengajar di Universitas dan menerjunkan diri ke kancah politik. Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas sosial yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul The Communist Manifest yang ditulis bersama Friedrich Engels. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kelas borjuis (majikan) terdiri dari orang-orang yang menguasai alat produksi dan kelas proletar (buruh) yang tidak memiliki alat produksi dan modal sehingga menjadi kelas yang dieksploitasi oleh kelas borjuis (majikan). Menurut Marx, suatu saat kelas proletar akan menyadari kepentingan bersama dengan melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas. Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud tetapi pemikiran tentang stratifikasi dan konflik sosial tetap berpengaruh terhadap pemikiran perkembangan sosiologi khususnya terkait dengan kapitalisme.
3.      Emile Durkheim (1858 – 1917)
Merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karya utamanya antara lain Rules of The Sociological Method, The Division of Labour in Society, Suicide, Moral Education, dan The Elementary Forms of The Religious Life. Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas dengan membedakan dua tipe utama solidaritas yaitu solidaritas mekanis yang merupakan tipe solidaritas yang didasarkan pada persamaan dan biasanya ditemui pada masyarakat sederhana dan solidaritas organis yang ditandai dengan adanya saling ketergantungan antarindividu atau kelompok lain, masyarakat tidak lagi memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat (munculnya diferensiasi, spesialisasi) semakin berkembang sehingga solidaritas mekanis berubah menjadi solidaritas organis. Pada masyarakat dengan solidaritas organis masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organis merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung seperti bagian-bagian suatu organisme biologis. Berbeda dengan solidaritas mekanis yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organis didasarkan pada akal dan hukum. Dalam pengembangan selanjutnya, Durkheim menggunakan lima metode untuk mempelajari sosiologi, yaitu:
a.      Sosiologi harus bersifat ilmiah, di mana fenomena-fenomena sosial harus dipelajari secara objektif dan menunjukkan sifat kausalitasnya.
b.      Sosiologi harus memperlihatkan karakteristik sendiri yang berbeda dengan ilmu-ilmu lain.
c.      Menjelaskan kenormalan patologi.
d.      Menjelaskan masalah sosial secara ‘sosial’ pula.
e.      Mempergunakan metode komparatif secara sistematis. Metode tersebut telah diterapkan dalam sebuah penelitian tentang gejala bunuh diri yang melanda masyarakat Eropa saat itu dengan judul “Suicide”.
4.      Max Weber (1864 – 1920)
Max Weber lahir di Erfurt pada tahun 1864. Menyelesaikan studi di bidang hukum, ekonomi, sejarah, filsafat, teologi dan mengajar disiplin ilmu-ilmu tersebut di berbagai universitas di Jerman. Serta terus menerus menyebarluaskan terbentuknya ilmu sosiologi yang saat itu masih berusia muda. Karya penting dari Weber berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism yang berisi hubungan antara Etika Protestan dalam hal ini Sekte Kalvinisme dengan munculnya perkembangan kapitalisme. Menurut Weber, ajaran Kalvinisme mengharuskan umatnya untuk bekerja keras dengan harapan dapat menuntun mereka ke surga dengan syarat bahwa keuntungan dari hasil kerja keras tidak boleh untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi lainnya. Hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan menjadikan para penganut agama ini semakin makmur
karena keuntungan yang dihasilkan ditanamkan kembali menjadi modal. Dari sinilah menurut Weber kapitalisme di Eropa berkembang pesat.
Demikian teori-teori sosiologi, memang tidak bisa memberikan formula dengan daya magis untuk menginterpretasikan kenyataan sosial atau membuat ramalan-ramalan masa depan ataupun memberikan jalan keluar terhadap isu-isu intelektual atau masalah yang dihadapinya. Tetapi kerangka konseptualnya dan intelektual dari persepektif sosiologi, serta gaya analisis yang diberikan oleh teori-teori tertentu dapat membantu kita untuk memahami dunia sosial kita. Pada gilirannya mampu menunjang obyektivitas dan kepekaan. Sekali lagi perlu dicatat bahwa bagaimanapun juga sebuah teori tetap harus dipelajari, sebab warisan ilmiahnya bisa menuntun kita dalam memahami kenyataan sosial. Dan harus dimengerti bahwa bagaimanapun juga dari Eropa-baratlah Sosiologi berkembang.

C.   KEGUNAAN TEORI SOSIOLOGI
Dalam sosiologi terdapat banyak teori-teori yang muncul sebagai akibat adanya suatu kejadian, proses sosial, fenomena sosial yang terjadi di dalam lingkup masyarakat. Teori-teori yang dipaparkan para perintis sosiologi  tersebut mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah :
a.       Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi
b.      Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya dibidang sosiologi
c.       Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi
d.      Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian
e.       Pengetahuan toeretis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.  
f.       Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal sehingga hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi upaya-upaya penelitian berikutnya.
g.      Sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
h.      Sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar