Interaksi Sosial
Hal terpenting dari
interaksi sosial adalah tidak terlepas dari konsep tindakan atau perilaku
manusia. Karena melakukan hubungan dengan orang lain melahirkan
tindakan-tindakan yang akan menunjukkan variasi hubungan dengan proses
berpikir, tujuan yang akan dicapai, dan cara bagaimana mencapai tujuan itu.
Sebagai makhluk sosial, tindakan manusia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
lingkungan sosial. Adanya pengaruh timbal balik itu dapat berlangsung dalam
lingkungan keluarga atau yang lebih luas lagi di dalam lingkungan masyarakat.
Itulah sebabnya tindakan yang dilakukan oleh manusia disebut tindakan sosial.
Menurut Max Weber,
tindakan sosial adalah tindakan yang mempunyai makna, tindakan yang dilakukan
seseorang dengan memperhitungkan keberadaan orang lain atau tindakan individu
yang dapat memengaruhi individu-individu lain dalam masyarakat. Hal itu perlu diperhatikan
mengingat tindakansosial menjadi perwujudan dari perhubungan atau interaksi
sosial. Jadi tindakan sosial adalah tindakan atau perilaku manusia yang
mempunyai maksud subjektif bagi dirinya, untuk mencapai tujuan tertentu dan
juga merupakan perwujudan dari pola pikir individu yang bersangkutan. Pada
dasarnya tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu:
1.
Tindakan Sosial
Instrumental
Tindakan sosial
instrumental dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang
digunakan dan tujuan yang akan dicapai. Tindakan ini bersifat rasional (masuk
akal). Artinya, tindakan ini didasari oleh tujuan yang telah matang
dipertimbangkan. Misalnya, ketika seseorang memutuskan membeli rumah dibanding
mobil karena rumah merupakan kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi untuk
tempat berlindung anggota keluarganya dari pada mobil yang mungkin sebatas kebutuhan
sekunder atau bahkan tersier.
2.
Tindakan Sosial
Berorientasi Nilai
Tindakan sosial
berorientasi nilai dilakukan dengan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan
yang ingin dicapai tidak terlalu dipertimbangkan. Tindakan seperti ini
menyangkut kriteria baik dan benar menurut penilaian masyarakat. Tercapai atau
tidaknya tujuan bukan persoalan dalam tindakan sosial tipe ini. Yang penting
adalah kesesuaian dengan nilai-nilai dasar yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat.
3.
Tindakan Sosial
Tradisional
Tindakan sosial ini
dilakukan tanpa perhitungan secara matang, melainkan lebih karena kebiasaan
yang berlaku selama ini dalam masyarakat. Itulah sebabnya, tindakan ini
cenderung dilakukan tanpa suatu rencana terlebih dahulu, baik tujuan maupun
caranya karena pada dasarnya mengulang dari sudah dilakukan sebelumnya.
Cotohnya, berbagai tradisi yang sering dilakukan masyarakat suku bangsa di Indonesia.
Seperti upacara pembakaran mayat di Bali disebut ngaben.
4.
Tindakan Afektif
Tindakan sosial
afektif tergolong tindakan yang irasional, Karen asebagian besar tindakan
dikuasai oleh perasaan (afeksi) ataupun emosi, tanpa perhitungan, atau
pertimbangan yang matang. Perasaan entah marah, cinta, gembira, atau sedih
muncul begitu saja sebagai ungkapanlangsung terhadap keadaan tertentu. Itulah
sebabnya tindakan sosial ini lebih berupa reaksi spontan. Misalnya, ungkapan
kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya dengan memeluk atau mencium.
Interaksi sosial
dalam sosiologi sangat kompleks. Dalam berinteraksi sosial, manusia selalu
membutuhkan instrumen syarat yang saling berhubungan. Tanpa syarat yang lengkap,
interaksi sosial akan berjalan tumpang. Adapun syarat interaksi sosial dalam
sosiologi adalah:
1.
Kontak Sosial
Kata kontak berasal
dari “con” atau “cum” yang artinya bersamasama dan kata “tsango”
yang artinya menyentuh. Jadi secara harfiah kontak berarti saling menyentuh.
Tetapi dalam sosiologi, kata kontak tidak hanya berarti saling menyentuh secara
fisik belaka. Sebagai gejala social yang saling berhubungan,
berhadapan/bertatap muka antara dua orang individu atau kelompok tanpa
bersentuhan secara fisik satu sama lain. Kontak hanya mungkin berlangsung
apabila kedua belah pihak sadar akan kedudukan atau keadaan masing-masing.
Artinya, kontak memerlukan kerja sama kedua belah pihak.
Dalam kehidupan
sehari-hari wujud kontak sosial dapat dibedakan menjadi:
a.
Kontak
antarindividu, kontak
yang terjadi antara individu dengan individu. Misalnya, kontak antarteman,
kontak anak dengan ibunya, kontak guru dengan siswanya, dan lain-lain.
b.
Kontak
antarkelompok, kontak
yang terjadi antara kelompok satu dengan kelompok yang lain. Misalnya, kontak
bisnis antar perusahaan.
c.
Kontak
antarindividu dengan kelompok,
kontak yang terjadi antara individu dengan suatu kelompok tertentu. Misalnya,
kontak calon anggota DPR dengan DPR sebagai lembaga legislatif. Sedangkan dilihat dari langsung tidaknya kontak tersebut
terjadi, kontak dibedakan menjadi:
a.
Kontak
primer, yaitu hubungan timbal
balik yang terjadi secara langsung. Kontak seperti itu disebut pula kontak
langsung. Misalnya, tatap muka, saling memberikan senyum, dan lain-lain.
b.
Kontak
sekunder, yaitu kontak sosial
yang memerlukan pihak ketiga sebagai media untuk melakukan timbal balik. Kontak
seperti itu disebut pula kontak tidak langsung. Misalnya, seorang pengusaha
yang meminta sekretarisnya untuk menyampaikan pesan kepada kliennya.
2.
Komunikasi Sosial
Kata komunikasi
berasal dari bahasa latin, “communicare” yang artinya memberi atau
menanamkan. Kata communicare itu sendiri berakar dari kata “communis”
yang artinya umum. Komunikasi mempunyai banyak makna. Secara sederhana bisa
diartikan tidakan atau perbuatan mengirimkan atau meneruskan sesuatu. Salah
satunya adalah pesan/ informasi secara lisan maupun tulisan. Komunikasi dapat
diartikan suatu cara menyampaikan pesan dari satu pihak ke pihak yang lain
sehingga terjadi pengertian bersama. Pengertian komunikasi lebih ditekankan
pada bagaimana pesan tersebut diproses. Orang yang menyampaikan komunikasi
disebut komunikator. Orang yang menerima komunikasi disebut komunikan. Pada
umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat
dimengerti oleh keduanya, maka komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan
gerak-gerik badan atau kode tertentu. Cara seperti ini disebut komunikasi
dengan bahasa isyarat atau bahasa nonverbal. Melalui komunikasi, sikap dan
perasaan seseorang atau sekelompok orang dapatdipahami oleh pihak lain. Akan
tetapi, komunikasi tersebut dapat efektif apabila pesan yang disampaikan
ditafsirkan sama oleh pihak penerima pesan tersebut. Interaksi sosial sebagai aksi dan reaksi yang timbal balik
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar individu. Hal ini memang
tidak bias dilepaskan dari faktor-faktor yang menjadi dasar terbentukya proses
interaksi sosial. Menurut Soekanto (1982 : 56 - 57) adapun 4 faktor yaitu:
a.
Imitasi
Imitasi adalah
tindakan sosial meniru sikap, tindakan, tingkah laku, atau penampilan fisik
seseorang secara berlebihan. Sebagai suatu proses,ada kalanya imitasi berdampak
positif apabila yang ditiru tersebut individuindividu yang baik menurut
pandangan masyarakat. Akan tetapi imitasi bisa juga berdampak negatif apabila
sosok individu yang ditiru berlawanan dengan pandangan umum masyarakat. Sebagai
contoh, seorang remaja yang meniru cara berpakaian idolanya.
b.
Sugesti
Sugesti adalah
pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak kepada pihak lain. Akibatnya
pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti
pengaruh/pandangan tersebut dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa
berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan dari orang-orang yang berwibawa
dan memiliki pengaruh besar di lingkungan sosialnya. Akan tetapi, sugesti dapat
pula berasal dari kelompok besar (mayoritas) terhadap kelompok kecil
(minoritas) ataupun orang orang dewasa terhadap anak-anak. Cepat atau lambatnya
proses sugesti ini sangat tergantung pada usia, kepribadian, kemampuan intelektualnya
dan keadaan fisik seseorang. Sebagai contoh, kampanye yang dilakukan oleh calon
presiden untuk menarik massa agar memberikan pilihan kepadanya.
c.
Identifikasi
Identifikasi adalah
kecenderungan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan
orang lain. Orang lain yang menjadi sasaran identifikasi dinamakan idola.
Identifikasi merupakan bentuk lanjut dari proses imitasi dan proses sugesti
yang pengaruhnya telah amat kuat. Biasanya proses identifikasi berlangsung secara
kurang disadari oleh seseorang. Namun, yang pasti, sang idola yang menjadi
sasaran identifikasi benar-benar dikenal entah langsung (face to face)
ataupun tidak langsung (melalui media informasi). Misalnya seorang bawahan yang
berusaha meng– identifikasikan dirinya dengan sang atasan karena rasa kekaguman
yang mendalam se-hingga semua hal dikaitkan dengan identifikasi atasan.
d.
Simpati
Simpati adalah suatu
proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Rasa tertarik ini didasari
atau didorong oleh keinginan- keinginan untuk memahami pihak lain, memahami
perasaannya ataupun bekerja sama dengannya. Dibandingkan dengan ketiga factor interaksi
sosial sebelumnya, simpati terjadi melalui proses yang relative lambat. Namun
pengaruh simpati lebih mendalam dan tahan lama. Agar simpati dapat berlangsung
diperlukan adanya saling pengertian antara kedua belah pihak. Pihak yang satu
terbuka mengungkapkan pikiran ataupun isi hatinya. Sedangkan pihak yang lain
mau menerimanya. Itulah sebabnya simpati menjadi dasar hubungan persahabatan.
Ø Bentuk-bentuk
Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi sosial
terbagi dua, yaitu proses asosiatif (kerja sama, akomodasi, asimilasi,
akulturasi) dan proses disosiatif (persaingan, kontravensi, pertikaian, konflik
sosial).
1.
Proses Asosiatif
a.
Kerja sama
Kerja sama adalah suatu usaha
bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama dilakukan sejak manusia berinter-aksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan
sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan
keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal
dari kesamaan orientasi. Menurut Charles H Cooley, seperti dikutip Soekanto
(1982 : 66) Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mem-punyai
kepentingankepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk meme-nuhi kepentingan
tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta yang penting dalam menjalin kerja sama. Kerja bakti atau gotong
royong, misalnya, merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama. Lebih lanjut,
bentuk kerja sama dibagi menjadi 4 yaitu:
1)
Kerja sama spontan,
yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta.
2)
Kerja sama langsung,
yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau
penguasa terhadap rakyatnya.
3)
Kerja sama kontrak,
yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang
disepakati bersama.
4)
Kerja sama tradisional,
yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
b.
Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses
penyesuaian diri dari orang perorang atau kelompok-kelompok manusia yang semula
saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan
dari akomodasi adalah terciptanya keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya
dengan norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Ini dapat digunakan untuk
menyelesaikan pertentangan, entah dengan menghargai kepribadian yang berkonflik
atau dengan cara paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain:
1) Coersion
Suatu bentuk akomodasi yang terjadi
melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain melalui pemaksaan
kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2) Kompromi
Suatu bentuk akomodasi ketika
pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai
suatu penyelesaian, semua pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan
pihak lainnya.
3) Arbitrasi
Suatu bentuk akomodasi apabila
pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu,
akan diundang pihak ketiga yang tidak memihak (netral) untuk mengusahakan
penyelesaian pertentangan tersebut. Pihak ketiga disini dapat pula ditunjuk
atau dilaksanakan oleh suatu badan yang dianggap berwenang.
4) Mediasi
Suatu bentuk akomodasi yang hampir
sama dengan arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah atau
juru damai tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian
perselisihan antara kedua belah pihak.
5) Konsiliasi
Suatu bentuk akomodasi untuk
mempertemukan keinginankeinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya suatu persetujuan bersama.
6) Toleransi
Suatu bentuk akomodasi tanpa
persetujuan yang resmi. Biasanya terjadi karena adanya keinginan-keinginan
untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling
merugikan kedua belah pihak.
7) Stalemate
Suatu bentuk akomodasi ketika
kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang.
8) Ajudikasi
Penyelesaian masalah atau sengketa
melalui pengadilan atau jalur hukum.
c.
Asimilasi
Menurut Soerjono Soekanto,
asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi
perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan
tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama.
Artinya, apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok
manusia atau masyarakat maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok
tersebut. Secara singkat proses asimilasi adalah peleburan dua kebudayaan
menjadi satu kebudayaan. Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena
banyak faktor yang memengaruhi suatu budaya itu dapat melebur menjadi satu
kebudayaan. Adapun factor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi adalah:
1) Adanya sikap toleransi terhadap kebudayaan
lain.
2) Kesempatan-kesempatan yang seimbang
di bidang ekonomi.
3) Sikap menghargai orang asing dan
kebudayaannya.
4) Sikap terbuka dari golongan yang
berkuasa dalam masyarakat.
5) Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
6) Perkawinan campuran (amalgamation).
7) Adanya
musuh bersama dari luar dari luar.
Sedangkan faktor-faktor yang
menghambat terjadinya asimilasi adalah:
1)
Terisolasinya kehidupan
suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2)
Kurangnya pengetahuan
mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3)
Perasaan takut terhadap
kekuatan kebudayaan yang dihadapi.
4)
Perasaan bahwa suatu
kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan
golongan atau kelompok lainnya.
5)
Perbedaan ciri-ciri
badaniah seperti warna kulit.
6)
In-group
feeling (perasaan yang kuat) terhadap budaya kelompoknya.
7)
Apabila golongan
minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
d.
Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat,
akulturasi diartikan sebagai suatu proses sosial yang timbul apabila suatu
kelompok manusia kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsurnya kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri. Proses akulturasi yang berlangsung dengan baik dapat menghasilkan
integrasi unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri.
Yang paling mudah menerima kebudayaan asing adalah generasi muda. Coba kalian
amati begitu mudahnya kalian menerima perkembangan model rambut penyanyi barat
atau model pakaian artis luar negeri. Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing
yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan, peralatan-peralatan yang
sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat seperti komputer,
handphone, mobil, dan lain-lain. Sedangkan unsur kebudayaan asing yang sulit
diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan atau nilai
tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti komunisme, kapitalisme,
liberalisme, dan lain-lain.
2.
Proses Disosiatif
a.
Persaingan
Persaingan merupakan suatu proses
sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu
untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak
menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau sesuatu yang menjadi
pusat perhatian umum. Persaingan memiliki beberapa fungsi yaitu:
1)
Menyalurkan keinginan
individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi
semuanya secara serentak.
2)
Menyalurkan kepentingan
serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai yang
menimbulkan konflik.
3)
Menyeleksi individu
yang pantas memperoleh kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
b.
Kontravensi
Kontravensi merupakan proses sosial
yang ditandai oleh ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang
tidak diungkapkan secara terbuka. Penyebabnya antara lain perbedaan pendirian
antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam masyarakat, atau bisa juga
dengan pendirian masyarakat. Menurut Leopold von Wise dan Howard Becker, bentuk
kontravensi adalah:
1) Kontravensi umum, misalnya
penolakan, mengancam pihak lain, perlawanan.
2) Kontravensi sederhana, misalnya
menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3) Kontravensi intensif, misalnya
penghasutan atau penyebaran isu.
4) Kontravensi rahasia, misalnya
pembocoran rahasia.
5) Kontravensi taktis, mengejutkan
pihak lain, provokasi, dan intimidasi.
c.
Pertikaian
Pertikaian merupakan proses sosial
bentuk lanjut dari kontravensi. Artinya dalam pertikaian perselisihan sudah
bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara
kalangan tertentu dalam masyarakat. Pertikaian dapat muncul apabila individu
atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang
pihak lain dengan cara ancaman atau kekerasan.
d.
Konflik
Konflik secara umum memang sering
terjadi di dalam masyarakat sebagai gejala sosial yang alami. Menurut Soerjono
Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau
kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak
lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Konflik selama ini banyak dipersamakan
dengan kekerasan. Namun sesungguhnya konflik berbeda dengan kekerasan.
Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain atau juga menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang
lain. Konflik dapatberubah menjadi kekerasan apabila upaya-upaya yang berkaitan
dengan tuntutan akan dapat menimbulkan gerakan yang mengarah pada kekerasan.
Menurut Robert Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai,
status, kekuasaan, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya
memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Konflik sosial
merupakan proses sosial antarperorangan atau kelompok suatu masyarakat
tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar
sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal
interaksi sosial di antara pihak yang bertikai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar