Apakah Teori Itu ?
Tujuan ilmu pengetahuan
adalah untuk mengembangkan teori yang
masuk akal dan dapat dipercaya. Hanya dengan melakukan sebuah teori,
pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai situasi sosial yang ada dalam kehidupan
manusia dapat terjawab dan dapat teratasi. Kerena itu, sebelum berbicara
tentang teori-teori dalam sosiologi, maka ada baiknya kita uraikan secara
singkat terlebih dahulu tentang pengertian
teori, dan fungsi teori.
v Pengertian Teori
Teori adalah serangkaian bagian
atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan
sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran
“pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan
mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Pada buku karangan
Soerjono Soekanto yang berjudul “Sosiologi
Suatu Pengantar” dijelaskan bahwa Teori
pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau
pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut dapat merupakan
suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh
sebab itu, dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan
hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Seuatu
“ variabel” merupakan karakteristik
dari orang-orang, benda-benda, atau keadaan yang mempunyai nilai-nilai yang
berbeda misalnya usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
Kata Teori memiliki arti
yang berbeda-beda pada pandangan bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula,
tergantung pada metodologi dan konteks yang sedang didiskusikan. Secara umum, Teori merupakan analisis hubungan antara
fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu,
berbeda dengan torema, pernyataan teori
umumnya hanya diterima secara “sementara” dan bukan merupakan pernyataan akhir
yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan
kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimulan
pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih
spesifik di dalam ilmu sosial, terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan
teori sosial adalah sebagai sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau
ide-ide yang meringkas dan mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial.
Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peniliti terkadang
bias dalam membedakan antara teori dengan idiologi. Terdapat kesamaan diantara
keduanya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari
ideologi, tetapi ideologi bukanlah teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia
adalah sebuah teori yang diungkapkan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau
Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Teori dalam ilmu
pengetahuan mempunyai arti yaitu model atau kerangka pikiran yang menjelaskan
fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan,
dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang
telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai
fenomena tertentu kejadian misalnya, benda-benda
mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali,
teori dipandang sebagai model atas kenyataan misalnya, apabila kucing mengeong berarti dia lapar atau minta makan. Sebuah
teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide-ide
yang koheren dan saling berkaitan. Istilah teoritis dapat digunakan untuk
menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah
terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai
teoritis karena diramalkan menurut teori revativitas umum tetapi belum pernah
teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori
ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain
tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi
hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan
hukum akan tetap manjadi hukum.
Di dalam sebuah teori
terdapat beberapa elemen yang mengikutinya. Elemen ini berfungsi untuk
mempersatukan variabel-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut. Elemen
pertama yaitu konsep. Konesep adalah sebuah ide yang diekpresikan dengan symbol
atau kata. Konsep dibagi dua yaitu, simbol dan
definisi.Dalam ilmu alam konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol
seperti, ”∞” = tak terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Akan tetapi, kebanyakan di dalam ilmu sosial
konsep ini lebih diekpresikan dengan kata-kata tidak melalui penggunaan
simbil-simbol. Menurut Neuman, kata-kata juga merupakan simbol bahasa itu
sendiri adalah simbol. Karena mempelajari konsep dan teori seperti mempelajari
bahasa. Konsep selalu ada dimanapun dan selalu kita gunakan. Misalnya kita
membicarakan pendidikan. Pendidiakn merypakan suatu konsep dan merupakan ide
abstrak yang hanya didalam pikiran kita saja.
Elemen yang kedua adalah
Scope. Dalam teori seperti ini yang dijelaskan di atas memiliki konsep. Konsep
ini ada yang bersifat abstrak dan ada juga yang bersifat kongkret. Teori dengan
konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang
lebih luas, dibandingkan denga teori yang memiliki konsep-konsep yang kongkret.
Contohnya, teori yang diungkapkan oleh Lord Acton “kekuasaan cenderung
dikorupsikan”. Dalam hal ini lingkup kongkret seperti Presiden, Raja, Jabatan
ketua dan lanin sebagainya dan korupsi dalam lingkup kongkret seperti korupsi
uang.
Elemen ketiga adaah
relationship. Teori erupakan sebuah relasi dari konsep-konsep atau secara lebih
jelasnya teori merupakan bagaimana konsep-konsep berhubungan. Hubungan ini
seperti pernyataan sebab-akibat (casual
statment) atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang
mempericikan hubungan anara dua atau lebih variabel, memberitahu kita bagaimana
variasi dalam suatu konsep dipertanggung jawabkan oleh variasi dalam konsep
lainnya. Ketika seorang peneliti melakukan tes empiris atau mengevaluasi sebuah
hubungan itu, maka hal itu disebut sebuah hipotesa. Sebuah teori sosial juga
terdiri dari sebuah mekanisme sebab-akibat, atau alasan dari sebuah hubungan,
sdeangkan mekanisme sebab-akibat adalah suatu pernyataan bagaimana sesuatu
bekerja.
v Pengertian Teori Menurut Pandangan Para Ahli
1. Menurut Turner, teori merupakan
proses mental untuk membangun ide sehingga ilmuwan dapat menjelaskan mengapa
peristiwa itu terjadi (Sunarto, 2000: 225).
2. Menurut Kornblum,teori merupakan
seperangkat jalinan konsep untuk mencari sebab terjadinya gejala yang diamati.
Dalam proses pencarian sebab ini, para ilmuwan membedakan antara faktor yang dijelaskan dengan faktor
penyebab.
3. Menurut Soerjono Soekanto (2000: 27), suatu teori pada hakikatnya
merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut
cara-cara tertentu. Fakta merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya
dapat diuji secara empiris. Oleh sebab itu dalam bentuk yang paling sederhana,
teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji
kebenarannya.
v Teori-Teori Sosiologi
Dalam sosiologi terdapat banyak
teori-teori yang muncul sebagai akibat adanya suatu kejadian, proses sosial,
fenomena sosial yang terjadi di dalam lingkup masyarakat. Teori-teori yang
bermunculan tersebut banyak dikemukakan oleh para ahli filsafat untuk membedah
fenomena sosial yang tejadi dalam masyarakat. Dalam hal ini akan dipaparkan
beberapa teori yang berpengaruh dalam sosiologi, antara lain :
1.
Auguste Comte
Auguste Comte (1798-1857) sangat prihatin terhadap
anarkisme yang merasuki masyarakat saat berlangsungnya Revolusi Perancis. Oleh
karena itu Comte kemudian mengembangkan pandangan ilmiahnya yakni positivisme
atau filsafat sosial untuk menandingi pemikiran yang dianggap filsafat negatif
dan destruktif. Positivisme mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah
tentang masyarakat melalui pengamatan dan percobaan untuk kemudian
mendemonstrasikan hukum-hukum perkembangan sosial. Aliran positivis percaya
akan kesatuan metode ilmiah akan mampu mengukur secara objektif mengenai
struktur sosial.
Sebagai usahanya, Comte mengembangkan fisika sosial atau
juga disebutnya sebagai sosiologi. Comte berupaya agar sosiologi meniru model
ilmu alam agar motivasi manusia benar-benar dapat dipelajari sebagaimana
layaknya fisika atau kimia. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang
mempelajari statika sosial (struktur sosial) dan dinamika sosial
(perubahan sosial).
Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah untuk memahami
masyarakat akan membawa pada kemajuan kehidupan sosial yang lebih baik. Ini
didasari pada gagasannya tentang Teori Tiga Tahap Perkembangan Masyarakat,
yaitu bahwa masyarakat berkembang secara evolusioner dari tahap teologis
(percaya terhadap kekuatan dewa), melalui tahap metafisik (percaya pada
kekuatan abstrak), hingga tahap positivistik (percaya terhadap ilmu sains).
Pandangan evolusioner ini mengasumsikan bahwa masyarakat, seperti halnya
organisme, berkembang dari sederhana menjadi rumit. Dengan demikian, melalui
sosiologi diharapkan mampu mempercepat positivisme yang membawa ketertiban pada
kehidupan sosial.
Comte membagikan sosiologi atas statika social dan
dinamika social dan sosiologi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a)
Bersifat empiris yaitu
didsarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat
spekulatif.
b)
Bersifat teoritis yaitu selalu
berusaha menyusun abstraksi dan hasil observasi.
c)
Bersifat kumulatif yaitu
teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang ada kemudiandiperbaiki,
diperluas dan diperhalus
d)
Bersifat nenotis yaitu tidak
mempersoalkan baik buruk suatu fakta tertentu tetapi untuk menjelaskan fakta
tersebut.
2.
Emile Durkheim
Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim
(1859-1917) berbicara mengenaikesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang
mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor
in Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas)
terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern.
Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang
dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana
dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin
sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik. Sedangkan pada masyarakat yang
kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun karena terikat
oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau disebut memiliki
Solidaritas Organik .
Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of
Sociological Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta
Sosial, yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk
berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti struktur-struktur
tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga dapat mengontrol tindakan
individu dan dapat dipelajari secara objektif, seperti halnya ilmu alam. Fakta
sosial terbagi menjadi dua bagian, material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial
(kultur dan lembaga sosial).
Dua tahun kemudian melalui Suicide (1897), Durkheim
berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara sebab-sebab sosial (fakta
sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam karya itu disimpulkan ada 4 macam
tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistik (masalah pribadi), altruistik (untuk
kelompok), anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan fatalistik (akibat tekanan
kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat
keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai faktor kunci
untuk melakukan bunuh diri.
Melalui karya-karyanya, Durkheim selalu berpijak pada
fungsi kolektif sebagai bentuk aktivitas sosial, fakta sosial, dan kesatuan
moral. Durkheim mewakili kutub struktural dari perdebatan “struktural” versus
“tindakan sosial” atau perdebatan “konsensus” versus “konflik” yang berlangsung
sepanjang sejarah sosiologi.
3.
Karl Marx
Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme
historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas. Marx
memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi secara merata
dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang memiliki alat produksi
(kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang
dieksploitasi (kaum proletar).
Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga
sekarang pada hakikatnya adalah sejarah konflik kelas. Di zaman kuno ada kaum
bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertengahan ada tuan
tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya.
Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan
buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan. Di samping itu
juga ada masyarakat kelas kaya (the haves) dan kelas masyarakat tak berpunya
(the haves not). Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai
hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat
Proposisi utama Marx mengatakan bahwa kapitalisme adalah
bentuk organisasi sosial yang didasarkan pada eksploitasi buruh oleh para
pemilik modal. Kelas borjuis kapitalis mengambil keuntungan dari para pekerja
dan kaum proletar. Mereka secara agresif mengembangkan dan membangun teknologi
produksi. Dengan demikian kapitalisme menciptakan sebuah sistem yang mendunia.
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa
produksi komoditas mau tak mau membawa sistem sosial yang secara keseluruhan
merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai produksi merasuk ke semua
bidang kehidupan. Segala sesuatunya, penginapan, penyedia informasi, rumah
sakit, bahkan sekolah kini menjadi bisnis yang menguntungkan. Tingkat
keuntungannya menentukan berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan.
Inilah yang dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi menentukan suprastruktur
(kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).
Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide pembaruan
sosial yangtelah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad XX, sebagai berikut
(Osborne, 1996: 50):
a) Semua masyarakat dibangun atas dasar konflik.
b) Penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi.
c) Masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya ekonomi
adalah faktor dominan.
d) Perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak, tetapi dapat
dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi ekonomi.
e) Individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah masyarakat
melalui tindakan rasional yang didasarkan atas premis-premis ilmiah
(materialisme historis).
f) Bekerja dalam masyarakat kapitalis mengakibatkan keterasingan
(alienasi).
g) Dengan berdiri di luar masyarakat, melalui kritik, manusia dapat
memahami dan mengubah posisi sejarah mereka.
Melalui kritik ilmiah dan aksi revolusioner, masyarakat
dapat dibangun kembali.
Sosiologi Marxis ini selanjutnya dikembangkan oleh tokoh-tokoh abad XX, seperti Gramsci, Adorno, Althusser, dan Habermas.
Sosiologi Marxis ini selanjutnya dikembangkan oleh tokoh-tokoh abad XX, seperti Gramsci, Adorno, Althusser, dan Habermas.
4.
Max Weber
Max Weber (1864-1920) tidak sependapat dengan Marx yang
menyatakan bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melalui
karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber menyatakan bahwa
kebangkitan pandangan religius tertentu– dalam hal ini Protestanisme– yang
membawa masyarakat pada perkembangan kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi
Kalvinis menyimpulkan bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa
Tuhan berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka menjalani
kehidupan yang hemat, menabung, dan menginvestasikan surplusnya agar mendapat
modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang
bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Inilah
yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial. Menurut Weber, tindakan sosial
dapat dipahami dengan memahami niat, ide, nilai, dan kepercayaan sebagai
motivasi sosial. Pendekatan ini disebu tverstehen (pemahaman). Weber juga mengkaji
tentang rasionalisasi. Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat
yang rasional dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional
(berpikir sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang
menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan
birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara terhadap
kehidupan warga kian hari kian besar.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai
Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki
monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang
menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik.
v Kegunaan Teori
Bagi seseorang yang mempelajari sosiologi maka
teori-teori tersebut mempunyai beberapa kegunaan antara lain:
a)
Suatu teori atau beberapa teori
merupakan ihtisar daripada hal-hal yang telah diketahui dan diuji kebenarannya
yang menyangkut obyek yang dipelajari sosiologi.
b)
Teori memberikan
petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang
memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c)
Teori berguna untuk lebih
mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi.
d)
Suatru teori
akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina
stuktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk
penelitian.
e)
Pengetahuan
teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial,
yaitu usaha untuk mengetahui arah mana msayarakat akan berkembang dan atas
dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan masa dewasa ini.
f)
Mengorganisasikan
dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal. Ini berarti bahwa dalam
mengamati realitas kita tidak boleh melakukan secara sepotong-sepotong. Kita
perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan
nyata. Pola-pola dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan.
Pengetahuan yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian disimpulkan.
Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi
upaya-upaya penelitian berikutnya.
g)
Fungsi
kontrol yang bersifat normatif. Asumsi-asumsi teori dapat berkembang menjadi
nilai-nilai atau norma-norma yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
kata lain, teori dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol
tingkah laku kehidupan manusia.
h)
Bersifat Generatif. Fungsi ini terutama menonjol di
kalangan pendukung aliran interpretif dan kritis. Menurut aliran ini, teori
juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk
menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar