TEORI SOSIOLIGI
A.
PENGERTIAN TEORI SOSIOLOGI
Secara
garis besar teori membahas tentang hubungan antara dua fakta atau lebih, yang
kemudian fakta-fakta tersebut dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan
kebenarannya. Selain itu, suatu teori dibangun berdasarkan alur logika atau
penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan proposisi yang
disusun secara sistematis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengertian
teori ialah prinsip-prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk rumus atau aturan
yang berlaku umum, dapat menjelaskan hakikat suatu gejala, hakikat hubungan
suatu gejala, hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih, relevan dengan
kenyataan yang ada dan operasional, alat untuk memperjelas, dapat diverifikasi
atau dibuktikan, serta berguna dalam meramalkan suatu kejadian. Selain itu
teori juga mempunyai fungsi diantaranya sebagai berikut :
1)
Menyimpulkan generalisasi
dan fakta-fakta hasil pengamatan.
2)
Memberi kerangka orientasi untuk
analisis dan klasifikasi fakta-fakta yang diperoleh.
3)
Memberikan ramalan terhadap
gejala-gejala baru yang akan terjadi.
4)
Mengisi lowongan-lowongan
dalam pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi.
Sedangkan pengertian sosiologi adalah suatu ilmu
sosial yang mempelajari tentang hubungan yang terjadi dalam masyarakat
(interaksi sosial) dan proses yang terjadi akibat hubungan tersebut masyarakat,
serta mempelajari fakta-fakta yang ada dimasyarakat yang mungkin dapat dipakai
untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam masyarakat tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
pengertian teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau struktur logis tentang
hakikat manusia dan hubungan yang terjadi
dalam masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
Dalam membangun teori, sosiolog berhadapan
dengan berbagai macam pilihan. Asumsi-asumsi dasar tersebut akan sangat berguna
untuk memudahkan seorang ilmuwan untuk membangun teori. Asumsi-asumsi itu
disebut Thomas Kuhn (1970) sebagai
paradigma teoritik yaitu, serangkaian asumsi dasar yang mengarahkan untuk
berpikir dan meneliti.
Menurut Jurgen Habermas bahwa ilmu sosial
(sosiologi) dalam ranah ilmu yang memiliki kepentingan (dan kemampuan)
emansipatoris karena sosiologi tidak hanya berperan dalam menjelaskan dan
memaknai masyarakat, tapi juga memperbaiki masyarakat.
Banyak sosiolog yang menyadari bahwa berbagai
teori tentang masyarakat tidak dapat dengan mudah digabungkan ke dalam suatu
teori tunggal. Apalagi dengan berkembangnya pandangan-pandangan mikro yang
mengakui pentingnya konsep manusia dan masyarakat di setiap tempat sebagai
kerangka acuan (atau asumsi dasar) untuk membangun teori sosiologi.
Teori sosiologi berkembang karena terjadinya perubahan
sosial yang sangat pesat dalam masyarakat dan dalam ilmu itu sendiri.
Pendekatan-pendekatan tertentu, mulai dari fungsionalisme sampai
strukturalisme, telah banyak dikritik karena tidak memperhitungkan perubahan. Thomas
Kuhn mengatakan salah satu perkembangan teori adalah akibat perbedaan
paradigma. Kemudian, teori berkembang karena ilmuwan melihat pada objek yang
sama dengan cara pandang yang berbeda. Ide Kuhn ini jelas menantang asumsi yang
berlaku umum di kalangan ilmuwan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Secara
umum, sebelum Kuhn, ilmuwan berpendirian bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu
itu terjadi secara kumulatif. Hal ini ditentang oleh Kuhn, yang menyebutkan,
perkembangan ilmu pengetahuan sebenarnya terjadi secara revolutif. Yaitu dengan
mengubah cara pandang ilmuwan dalam memaknai suatu fakta. Namun, Kuhn tetap
meyakini adanya suatu hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara
umum, yang biasa disebut exemplar.
Melihat kecenderungan yang disampaikan oleh Kuhn itu, maka ada
kemungkinan bahwa dalam sosiologi terdapat beberapa paradigma. Yang sangat
mungkin, satu dengan yang lain, saling bertolakbelakang. Beberapa pandangan
tentang pembagian teori sosiologi pun bermunculan. Cotton (1966) membahas
sosiologi naturalistis dan animistis. Giddens (1967) membuat pembedaan
sosiologi interpretatif dan positivistis. Martindale (1974) membagi sosiologi
scientific dan humanistis.
Perubahan Sosiologi sangat erat hubungannya
dengan perubahan sosial yang terus terjadi dalam masyarakat. Setidaknya ada
tiga variabel perubahan sosial yang bisa dijadikan titik tolak bagi perubahan
teori sosiologi itu. Yaitu: (1) bumi yang semakin padat akibat manusia yang
terus bertambah. Semakin banyak manusia, semakin kompleks pula interaksi sosial
dan masalah sosial yang terjadi; (2) inovasi teknologi yang belum berhenti.
Hubungan antara manusia dengan teknologi membutuhkan hal yang cukup kompleks
ketika harus berhadapan dengan tingkat ekonomi, pendidikan dan geografis.
Inovasi teknologi justru membuat kesenjangan sosial yang tidak bisa disepelekan;
(3) perubahan iklim politik ilmu pengetahuan yang menyebabkan semakin tidak
jelasnya sekat antar-ilmu.
Oleh karena itu, Teori harus dipelajari karena warisan
ilmiahnya bisa menjadi penuntun dalam memahami kenyataan sosial. Hanya saja
kenyataan sosial itu harus diakui begitu luasnya, dan terus berkembang. Dengan
demikian warisan teori itu harus dievaluasi relevansinya, sehingga terus aktual
untuk menganalisis dunia sosial masa kini.
B.
LAHIRNYA TEORI SOSIOLOGI
Pemikiran sosiologis berkembang manakala masyarakat menghadapi
ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap sebagai krisis sosial, maka
mulailah orang berpikir tentang sosiologis. Pemikiran terhadap konsep
masyarakat yang lambat laun melahirkan ilmu yang dinamakan sosiologi itu
pertama kali terjadi di Etopia. Adapun beberpa faktor pendorongnya adalah
karena semakin meningkatnya perhatian terhadap masyarakat, serta adanya
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya masyarakat Eropa.
Pada saat itu ada tiga peristiwa atau perubahan besar yang akhirnya menjadi
pemicu lahirnya masyarakat baru. Sosiologi itu lahir pada saat transisi menuju
masyarakat baru tersebut, yakni pada abad ke-19. Adapun ketiga peristiwa besar
yang mengisi lahirnya sosiologi itu antara lain:
1.
Revolusi Politik (Revolusi Prancis)
Perubahan
masyarakat yang terjadi selama revolusi politik sangat luar biasa baik bidang
ekonomi, politik, dan sosial budaya. Adanya semangat liberalisme muncul di
segala bidang seperti penerapan dalam hukum dan undang-undang. Pembagian
masyarakat perlahan-lahan terhapus dan semua diberikan hak yang sama dalam
hukum.
2.
Revolusi Ekonomi (Revolusi Industri)
Abad
18 merupakan saat terjadinya revolusi industri. Berkembangnya kapi-talisme
perdagangan, mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unitunit produksi yang
luas, terbentuknya kelas buruh, dan terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi
dari hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubahan
dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai
perekonomian semakin melemahkan kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan
buruh yang bersatu membentuk perserikatan. Menurut Aguste Comte perubahan-perubahan
tersebut berdampak negatif, yaitu terjadinya konflik antar kelas dalam masyarakat.
Comte melihat, setelah
pecahnya
revolusi Prancis masyarakat prancis dilanda konflik antar kelas. Konflik-konflik
tersebut terjadi karena masyarakat tidak tahu bagaimana
mengatasi
perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk
mengatur tatanan sosial masyarakat. Maka Comte menganjurkan supaya semua
penelitian mengenai masyarakat ditingkatkan sebagai sebuah ilmu yang berdiri
sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur
gejala-gejala
sosial. Tetapi Auguste Comte belum
dapat mengembangkan hukum-hukum
sosial itu sebagai suatu ilmu tersendiri. Comte hanya memberi istilah untuk
ilmu tersebut dengan sebutan sosiologi. Istilah sosiologi muncul pertama kali
pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke-47 Cours de la Philosophie (Kuliah Filsafat)
karya Auguste Comte. Tetapi
sebelumnya Comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika
sosial tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang statistic kependudukan
maka dengan berat hati Comte harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan
istilah baru
yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu socius (masyarakat) dan logos (ilmu). Dengan harapan bahwa tujuan sosiologi
adalah untuk menemukan hukum-hukum masyarakat dan menerapkan pengetahuan itu
demi kepentingan pemerintahan kota yang baik.
3.
Revolusi Intelektual
Sosiologi
lahir di tempat yang berbeda yaitu Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat yang
kemudian melahirkan mazhab-mazhab yang menunjukkan adanya beberapa kemajuan
intelektual yang secara radikal bertentangan. Mazhab Prancis ditandai dengan
personalitas Emile Durkheim melalui
pendekatan yang objektif dengan menggunakan model ilmu pengetahuan alam. Mazhab
Jerman, membedakan antara ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan
kejiwaan dalam penjelasan, serta cakupannya. Di Amerika terkenal dengan Mazhab Chicago
bertujuan untuk mengintervensi dan membahas permasalahan yang konkrit secara
empiris dengan membangun laboratorium, melakukan penelitian sampai
mempublikasikan buku-buku dan majalah.
Dari tempat-tempat lahirnya Sosiologi tersebut
memunculkan banyak tokoh perintis sosiologi dan mulai menggeluti ilmu
pengetahuan ini dan melakukan banyak penelitian tentang sebuah masyarakat dan permasalahan
sosialnya. Mereka mencoba mencari sebuah pemikiran yang murni sosiologi karena
selama kurun waktu tersebut sosiologi masih banyak terpengaruh dari ilmu
filsafat dan psikologi yang telah terlebih dahulu ada. Diantara tokoh perintintis sosiologi tersebut antara lain :
1.
Auguste Comte (1798 – 1857)
Tokoh sosiologi ini mendapat julukan
sebagai bapak Sosiologi. Salah satu sumbangan pemikirannya terhadap sosiologi
adalah tentang hukum kemajuan kebudayaan masyarakat yang dibagi menjadi tiga
zaman yaitu: pertama, zaman teologis
adalah zaman di mana masyarakatnya mempunyai kepercayaan magis, percaya pada
roh, jimat serta agama, dunia bergerak menuju alam baka, menuju kepemujaan
terhadap nenek
moyang,
menuju ke sebuah dunia di mana orang mati mengatur orang
hidup.
Kedua, zaman metafisika yaitu masa
masyarakat di mana pemikiran
manusia
masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal. Ketiga, zaman positivis yaitu masa di mana
segala penjelasan gejala sosial maupun alam dilakukan dengan mengacu pada
deskripsi ilmiah (hukum-hukum ilmiah). Karena memperkenalkan
metode positivis maka Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri-ciri
metode positivis adalah objek yang dikaji berupa fakta, bermanfaat, dan
mengarah pada kepastian serta kecermatan. Sumbangan pemikiran yang juga penting
adalah pemikiran tentang agama baru yaitu agama humanitas yang mendasarkan pada
kemanusiaan. Menurut Comte, intelektualitas yang dibangun manusia harus
berdasarkan pada sebuah moralitas. Bagi Comte, kesejahteraan, kebahagiaan dan
kemajuan sosial tergantung pada perkembangan perasaan altruistik serta
pelaksanaan tugas meningkatkan kemanusiaan sehingga masyarakat yang tertib,
maju, dan modern dapat terwujud. Tetapi agama humanitas ini belum sempat dikhotbahkan
oleh Comte sebagai agama baru bagi masyarakat dunia karena pada tahun 1957,
Comte meninggal dunia.
2. Karl Marx (1818 – 1883)
Lahir di Jerman pada tahun 1818 dari kalangan
keluarga rohaniawan Yahudi. Pada tahun 1814 mengakhiri studinya di Universitas
Berlin. Karena pergaulannya dengan orang-orang yang dianggap radikal terpaksa
mengurungkan niat untuk menjadi pengajar di Universitas dan menerjunkan diri ke
kancah politik. Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai
kelas sosial yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul The Communist Manifest yang ditulis bersama Friedrich Engels. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat
manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian
kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kelas borjuis
(majikan) terdiri dari orang-orang yang menguasai alat produksi dan kelas proletar
(buruh) yang tidak memiliki alat produksi dan modal sehingga menjadi kelas yang
dieksploitasi oleh kelas borjuis (majikan). Menurut Marx, suatu saat kelas
proletar akan menyadari kepentingan bersama dengan melakukan pemberontakan dan
menciptakan masyarakat tanpa kelas. Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud
tetapi pemikiran tentang stratifikasi dan konflik sosial tetap berpengaruh
terhadap pemikiran perkembangan sosiologi khususnya terkait dengan kapitalisme.
3.
Emile Durkheim (1858 – 1917)
Merupakan seorang ilmuwan yang sangat
produktif. Karya utamanya antara lain Rules
of The Sociological Method, The
Division of Labour in Society, Suicide, Moral Education, dan The Elementary Forms of The Religious Life.
Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas dengan
membedakan dua tipe utama solidaritas yaitu solidaritas mekanis yang merupakan
tipe solidaritas yang didasarkan pada persamaan dan biasanya ditemui pada
masyarakat sederhana dan solidaritas organis yang ditandai dengan adanya saling
ketergantungan antarindividu atau kelompok lain, masyarakat tidak lagi memenuhi
semua kebutuhannya sendiri. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat
(munculnya diferensiasi, spesialisasi) semakin berkembang sehingga solidaritas
mekanis berubah menjadi solidaritas organis. Pada masyarakat dengan solidaritas
organis masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua
kebutuhannya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar
dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organis merupakan suatu sistem
terpadu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung seperti
bagian-bagian suatu organisme biologis. Berbeda dengan solidaritas mekanis yang
didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organis didasarkan pada
akal dan hukum. Dalam pengembangan selanjutnya, Durkheim menggunakan lima metode
untuk mempelajari sosiologi, yaitu:
a. Sosiologi harus bersifat ilmiah, di mana
fenomena-fenomena sosial harus dipelajari secara objektif dan menunjukkan sifat
kausalitasnya.
b. Sosiologi harus memperlihatkan
karakteristik sendiri yang berbeda dengan ilmu-ilmu lain.
c. Menjelaskan kenormalan patologi.
d. Menjelaskan masalah sosial secara ‘sosial’
pula.
e. Mempergunakan metode komparatif secara
sistematis. Metode tersebut telah diterapkan dalam sebuah penelitian
tentang gejala bunuh diri yang melanda masyarakat Eropa saat itu dengan judul
“Suicide”.
4.
Max Weber (1864 – 1920)
Max Weber lahir di Erfurt pada tahun 1864.
Menyelesaikan studi di bidang hukum, ekonomi, sejarah, filsafat, teologi dan
mengajar disiplin ilmu-ilmu tersebut di berbagai universitas di Jerman. Serta
terus menerus menyebarluaskan terbentuknya ilmu sosiologi yang saat itu masih
berusia muda. Karya penting dari Weber berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism yang berisi
hubungan antara Etika Protestan dalam hal ini Sekte Kalvinisme dengan munculnya
perkembangan kapitalisme. Menurut Weber, ajaran Kalvinisme mengharuskan umatnya
untuk bekerja keras dengan harapan dapat menuntun mereka ke surga dengan syarat
bahwa keuntungan dari hasil kerja keras tidak boleh untuk berfoya-foya atau bentuk
konsumsi lainnya. Hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan
menjadikan para penganut agama ini semakin makmur
karena
keuntungan yang dihasilkan ditanamkan kembali menjadi modal. Dari sinilah
menurut Weber kapitalisme di Eropa berkembang pesat.
Demikian teori-teori sosiologi, memang
tidak bisa memberikan formula dengan daya magis untuk menginterpretasikan
kenyataan sosial atau membuat ramalan-ramalan masa depan ataupun memberikan
jalan keluar terhadap isu-isu intelektual atau masalah yang dihadapinya. Tetapi
kerangka konseptualnya dan intelektual dari persepektif sosiologi, serta gaya
analisis yang diberikan oleh teori-teori tertentu dapat membantu kita untuk
memahami dunia sosial kita. Pada gilirannya mampu menunjang obyektivitas dan
kepekaan. Sekali lagi perlu dicatat bahwa bagaimanapun juga sebuah teori tetap
harus dipelajari, sebab warisan ilmiahnya bisa menuntun kita dalam memahami
kenyataan sosial. Dan harus dimengerti bahwa bagaimanapun juga dari
Eropa-baratlah Sosiologi berkembang.
C.
KEGUNAAN TEORI SOSIOLOGI
Dalam sosiologi terdapat banyak teori-teori yang
muncul sebagai akibat adanya suatu kejadian, proses sosial, fenomena sosial
yang terjadi di dalam lingkup masyarakat. Teori-teori yang dipaparkan para perintis sosiologi tersebut mempunyai
banyak kegunaan, diantaranya adalah :
a. Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar
hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek
yang dipelajari sosiologi
b. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap
kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya dibidang
sosiologi
c. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih
mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi
d. Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem
klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan
definisi-definisi yang penting untuk penelitian
e. Pengetahuan toeretis memberikan
kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk
dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta
yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.
f. Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang
suatu hal sehingga
hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai
rujukan atau dasar bagi upaya-upaya penelitian berikutnya.
g. Sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku
kehidupan manusia.
h. Sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta
sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.