Laman

Jumat, 06 Januari 2012

Susahnya Sholat Tidak Khusyu’

Assalamu’alaikum wr. wb...Nah, ini merupakan postingan pertama saya mengenai agama nih. Ya mungkin review saya yang satu ini kurang menarik dikerenakan saya masih “newbie” dalam dunia blog hehhehhe....
Postingan yang saya angkat kali ini merupakan sebuah hal penting nih......!!! bukannya bermaksud menggurui yaa,,hehhheheee,,(^^,)v
Saya sendiri juga masih belajar mengenai hal ini, jadi yaa kita sama-sama belajar deh!! Biar bermanfaat bagi saya dan para pembaca. Langsung saja deh kita simak, cekidoottt!!..hehhehhehhe

Susahnya Sholat Tidak Khusyu’

Tidak keliru tulis? Mungkin ini yang ada dalalm benak pembaca. Bukan, Memang bukan harus berjudul “Susahnya Sholat Khuyuk”. Masih bingung ya? Saya sendiri juga binggung..hehhhehhehhhe :),, tapi pada intinya mengenai sholat dan kehidupan.
Sholat adalah sarana tersbesar dalam penyucian hati. Pada saat yang sama Sholat adalah alat ukur sucinya hati seseorang. Penegaka nnya adalah sebuah pengakuan terhadap ketuhanan dan pengaturan Allah SWT dan ketidak khusyukannya adalah tanda hilangnya kehidupan.

Dalam satu rentang bertafakur, kita semua akan mengalami betapa susahnya hidup tanpa sholat. Hidup dengan sholatpun tetap susah, bila sholat itu tidak khusyu’. Dunia ini setiap orang memiliki tabiat untuk disenangi. Sementara itu, tidak ada manusia yang benar-benar merasa puas pada kesenangan dunia sampai ia mengalihkan tujuannya kepada akhirat. Ibarat minum air laut, semakin diminum, semakin dahaga. Mengejar dunia seperti mengejar ujung arah mata angin, tak pernah benar-benar sampai yang ada malah hilang arah, lelah jasmani dan kosong rohani.
Kemarin tertawa..hahhahhha,,sekarang kecewa..huhuuuhuu,,
Hari ini ceria..,, esok harinya bersedih..,,

Ini merupakan salah satu dinamika hati yang disibuki oleh kesenangan dunia. Lantas, hati manakah yang tak lelah bila terombang-ambing seperti itu? Dari sudut pandang ini, kita tak kesulitan untuk mengkorelasikan keadaan menggapa ada orang-orang yang tertidur berkawan harta tetapi tak berkawan dengan bahagia. Ada pula yang hidup tak tenang seperti dikejar-kejar oleh urusan yang tak tahu apa sajakah itu (dikejar-kejar anjing mungkin ya?? Hehhehhhehe,, selingan curhat )

Kdang mereka sholat, tapi belum benar-benar menghadapkan diri kepada Allah. Alih-alih urusan mengajak jiwa istirahat dari segala urusan, baru “takbiratul ihram” saja pikirannya sudah enggan diajak khusyu’ kabur entah kemana (pikirannya lari di kejar anjing mungkin,,hehhehheh ). Maka lupa jumlah rakaat, lupa sudah baca fatihah atau belum? , lirik sana lirik sini, dalaha paket permainan setan untuk sholat model ini.

Alangkah baiknya kita menyimak bagimana para penghulu agama ini menata kehidupan lewat sholatnya. Allah ta’ala berfirman, “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka bekas sujud”. (QS.Al Fath: 29)

Mereka adalah orang yang sadar bahwa Allah mensyariatkan sholat demi diri mereka sendiri. Sholat adalah kesempatan menyegarkan rohani karenanya tak boleh disia-siakan. Rukuk sujud mereka membawa kepasrahan dan harapan janya kepada Allah. Dalam sholat itu mereka melihat akhirat, sehingga dunia bergeser ke ruang kecil dalam hatinya. Disinilah sholat benar-benar menjadi peristirahatan yang menentramkan.

Bagi anda penggmar Formula 1, sholat adalah pit stop dalam perlombaan balapnya. Sholat adalah cahrger bagi Hand Phone yang kehabisan baterai. Sholat adalah minum bagi orang yang kehausan. Sholat bukan hanya menjadi kewajiban melainkan menjadi sebuah kebutuhan. Tak ada sholat tak ada istirahat. Maka bolehkah kita katakan sholat khusyu’ itu susah. Tapi bila kita tidak khusyu’, sungguh dunia akan sangat tega membuat kita lebih susah.

Semoga kita dijadikan menjadi orang-orang yang khusyu’ dalam melaksanakan sholat itu, aamiin . Semoga menjadi pelajaran dan bermanfaat bagi kita semua...hehhehhhehee,,,
Wassalamualaikum wr. wb


Kamis, 29 Desember 2011

TEORI DAN KEGUNAAN TEORI SOSIOLIGI

TEORI DAN KEGUNAAN
 TEORI SOSIOLIGI

A.   PENGERTIAN TEORI SOSIOLOGI
Secara garis besar teori membahas tentang hubungan antara dua fakta atau lebih, yang kemudian fakta-fakta tersebut dapat dijelaskan dan dipertanggung jawabkan kebenarannya. Selain itu, suatu teori dibangun berdasarkan alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkap konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengertian teori ialah prinsip-prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk rumus atau aturan yang berlaku umum, dapat menjelaskan hakikat suatu gejala, hakikat hubungan suatu gejala, hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih, relevan dengan kenyataan yang ada dan operasional, alat untuk memperjelas, dapat diverifikasi atau dibuktikan, serta berguna dalam meramalkan suatu kejadian. Selain itu teori juga mempunyai fungsi diantaranya sebagai berikut :
1)      Menyimpulkan generalisasi dan fakta-fakta hasil pengamatan.
2)      Memberi kerangka orientasi untuk analisis dan klasifikasi fakta-fakta yang diperoleh.
3)      Memberikan ramalan terhadap gejala-gejala baru yang akan terjadi.
4)      Mengisi lowongan-lowongan dalam pengetahuan tentang gejala-gejala yang telah atau sedang terjadi.
Sedangkan pengertian sosiologi adalah suatu ilmu sosial yang mempelajari tentang hubungan yang terjadi dalam masyarakat (interaksi sosial) dan proses yang terjadi akibat hubungan tersebut masyarakat, serta mempelajari fakta-fakta yang ada dimasyarakat yang mungkin dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam masyarakat tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian teori sosiologi adalah asumsi-asumsi dasar atau struktur logis tentang hakikat manusia dan hubungan yang terjadi dalam masyarakat serta fakta-fakta yang ada dalam masyarakat.
Dalam membangun teori, sosiolog berhadapan dengan berbagai macam pilihan. Asumsi-asumsi dasar tersebut akan sangat berguna untuk memudahkan seorang ilmuwan untuk membangun teori. Asumsi-asumsi itu disebut Thomas Kuhn (1970) sebagai paradigma teoritik yaitu, serangkaian asumsi dasar yang mengarahkan untuk berpikir dan meneliti.
Menurut Jurgen Habermas bahwa ilmu sosial (sosiologi) dalam ranah ilmu yang memiliki kepentingan (dan kemampuan) emansipatoris karena sosiologi tidak hanya berperan dalam menjelaskan dan memaknai masyarakat, tapi juga memperbaiki masyarakat.
Banyak sosiolog yang menyadari bahwa berbagai teori tentang masyarakat tidak dapat dengan mudah digabungkan ke dalam suatu teori tunggal. Apalagi dengan berkembangnya pandangan-pandangan mikro yang mengakui pentingnya konsep manusia dan masyarakat di setiap tempat sebagai kerangka acuan (atau asumsi dasar) untuk membangun teori sosiologi.
Teori sosiologi berkembang karena terjadinya perubahan sosial yang sangat pesat dalam masyarakat dan dalam ilmu itu sendiri. Pendekatan-pendekatan tertentu, mulai dari fungsionalisme sampai strukturalisme, telah banyak dikritik karena tidak memperhitungkan perubahan. Thomas Kuhn mengatakan salah satu perkembangan teori adalah akibat perbedaan paradigma. Kemudian, teori berkembang karena ilmuwan melihat pada objek yang sama dengan cara pandang yang berbeda. Ide Kuhn ini jelas menantang asumsi yang berlaku umum di kalangan ilmuwan mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Secara umum, sebelum Kuhn, ilmuwan berpendirian bahwa perkembangan atau kemajuan ilmu itu terjadi secara kumulatif. Hal ini ditentang oleh Kuhn, yang menyebutkan, perkembangan ilmu pengetahuan sebenarnya terjadi secara revolutif. Yaitu dengan mengubah cara pandang ilmuwan dalam memaknai suatu fakta. Namun, Kuhn tetap meyakini adanya suatu hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum, yang biasa disebut exemplar.
Melihat kecenderungan yang disampaikan oleh Kuhn itu, maka ada kemungkinan bahwa dalam sosiologi terdapat beberapa paradigma. Yang sangat mungkin, satu dengan yang lain, saling bertolakbelakang. Beberapa pandangan tentang pembagian teori sosiologi pun bermunculan. Cotton (1966) membahas sosiologi naturalistis dan animistis. Giddens (1967) membuat pembedaan sosiologi interpretatif dan positivistis. Martindale (1974) membagi sosiologi scientific dan humanistis.
Perubahan Sosiologi sangat erat hubungannya dengan perubahan sosial yang terus terjadi dalam masyarakat. Setidaknya ada tiga variabel perubahan sosial yang bisa dijadikan titik tolak bagi perubahan teori sosiologi itu. Yaitu: (1) bumi yang semakin padat akibat manusia yang terus bertambah. Semakin banyak manusia, semakin kompleks pula interaksi sosial dan masalah sosial yang terjadi; (2) inovasi teknologi yang belum berhenti. Hubungan antara manusia dengan teknologi membutuhkan hal yang cukup kompleks ketika harus berhadapan dengan tingkat ekonomi, pendidikan dan geografis. Inovasi teknologi justru membuat kesenjangan sosial yang tidak bisa disepelekan; (3) perubahan iklim politik ilmu pengetahuan yang menyebabkan semakin tidak jelasnya sekat antar-ilmu.
Oleh karena itu, Teori harus dipelajari karena warisan ilmiahnya bisa menjadi penuntun dalam memahami kenyataan sosial. Hanya saja kenyataan sosial itu harus diakui begitu luasnya, dan terus berkembang. Dengan demikian warisan teori itu harus dievaluasi relevansinya, sehingga terus aktual untuk menganalisis dunia sosial masa kini.

B.   LAHIRNYA TEORI SOSIOLOGI
Pemikiran sosiologis berkembang manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal-hal yang selama ini dianggap sebagai krisis sosial, maka mulailah orang berpikir tentang sosiologis. Pemikiran terhadap konsep masyarakat yang lambat laun melahirkan ilmu yang dinamakan sosiologi itu pertama kali terjadi di Etopia. Adapun beberpa faktor pendorongnya adalah karena semakin meningkatnya perhatian terhadap masyarakat, serta adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya masyarakat Eropa. Pada saat itu ada tiga peristiwa atau perubahan besar yang akhirnya menjadi pemicu lahirnya masyarakat baru. Sosiologi itu lahir pada saat transisi menuju masyarakat baru tersebut, yakni pada abad ke-19. Adapun ketiga peristiwa besar yang mengisi lahirnya sosiologi itu antara lain:
1.      Revolusi Politik (Revolusi Prancis)
Perubahan masyarakat yang terjadi selama revolusi politik sangat luar biasa baik bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Adanya semangat liberalisme muncul di segala bidang seperti penerapan dalam hukum dan undang-undang. Pembagian masyarakat perlahan-lahan terhapus dan semua diberikan hak yang sama dalam hukum.
2.      Revolusi Ekonomi (Revolusi Industri)
Abad 18 merupakan saat terjadinya revolusi industri. Berkembangnya kapi-talisme perdagangan, mekanisasi proses dalam pabrik, terciptanya unitunit produksi yang luas, terbentuknya kelas buruh, dan terjadinya urbanisasi merupakan manifestasi dari hiruk-pikuknya perekonomian. Struktur masyarakat mengalami perubahan dengan munculnya kelas buruh dan kelas majikan dengan kelas majikan yang menguasai perekonomian semakin melemahkan kelas buruh sehingga muncul kekuatan-kekuatan buruh yang bersatu membentuk perserikatan. Menurut Aguste Comte perubahan-perubahan tersebut berdampak negatif, yaitu terjadinya konflik antar kelas dalam masyarakat. Comte melihat, setelah
pecahnya revolusi Prancis masyarakat prancis dilanda konflik antar kelas. Konflik-konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak tahu bagaimana
mengatasi perubahan akibat revolusi dan hukum-hukum apa saja yang dapat dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat. Maka Comte menganjurkan supaya semua penelitian mengenai masyarakat ditingkatkan sebagai sebuah ilmu yang berdiri sendiri. Comte membayangkan suatu penemuan hukum-hukum yang dapat mengatur
gejala-gejala sosial. Tetapi Auguste Comte belum dapat mengembangkan hukum-hukum sosial itu sebagai suatu ilmu tersendiri. Comte hanya memberi istilah untuk ilmu tersebut dengan sebutan sosiologi. Istilah sosiologi muncul pertama kali pada tahun 1839 pada keterangan sebuah paragraf dalam pelajaran ke-47 Cours de la Philosophie (Kuliah Filsafat) karya Auguste Comte. Tetapi sebelumnya Comte sempat menyebut ilmu pengetahuan ini dengan sebutan fisika sosial tetapi karena istilah ini sudah dipakai oleh Adolphe Quetelet dalam studi ilmu barunya yaitu tentang statistic kependudukan maka dengan berat hati Comte harus melepaskan nama fisika sosial dan merumuskan istilah baru yaitu sosiologi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu socius (masyarakat) dan logos  (ilmu). Dengan harapan bahwa tujuan sosiologi adalah untuk menemukan hukum-hukum masyarakat dan menerapkan pengetahuan itu demi kepentingan pemerintahan kota yang baik.
3.      Revolusi Intelektual
Sosiologi lahir di tempat yang berbeda yaitu Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab yang menunjukkan adanya beberapa kemajuan intelektual yang secara radikal bertentangan. Mazhab Prancis ditandai dengan personalitas Emile Durkheim melalui pendekatan yang objektif dengan menggunakan model ilmu pengetahuan alam. Mazhab Jerman, membedakan antara ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan kejiwaan dalam penjelasan, serta cakupannya. Di Amerika terkenal dengan Mazhab Chicago bertujuan untuk mengintervensi dan membahas permasalahan yang konkrit secara empiris dengan membangun laboratorium, melakukan penelitian sampai mempublikasikan buku-buku dan majalah.
Dari tempat-tempat lahirnya Sosiologi tersebut memunculkan banyak tokoh perintis sosiologi dan mulai menggeluti ilmu pengetahuan ini dan melakukan banyak penelitian tentang sebuah masyarakat dan permasalahan sosialnya. Mereka mencoba mencari sebuah pemikiran yang murni sosiologi karena selama kurun waktu tersebut sosiologi masih banyak terpengaruh dari ilmu filsafat dan psikologi yang telah terlebih dahulu ada. Diantara tokoh perintintis sosiologi tersebut antara lain :
1.      Auguste Comte (1798 – 1857)
Tokoh sosiologi ini mendapat julukan sebagai bapak Sosiologi. Salah satu sumbangan pemikirannya terhadap sosiologi adalah tentang hukum kemajuan kebudayaan masyarakat yang dibagi menjadi tiga zaman yaitu: pertama, zaman teologis adalah zaman di mana masyarakatnya mempunyai kepercayaan magis, percaya pada roh, jimat serta agama, dunia bergerak menuju alam baka, menuju kepemujaan terhadap nenek
moyang, menuju ke sebuah dunia di mana orang mati mengatur orang
hidup. Kedua, zaman metafisika yaitu masa masyarakat di mana pemikiran
manusia masih terbelenggu oleh konsep filosofis yang abstrak dan universal. Ketiga, zaman positivis yaitu masa di mana segala penjelasan gejala sosial maupun alam dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah (hukum-hukum ilmiah). Karena memperkenalkan metode positivis maka Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Ciri-ciri metode positivis adalah objek yang dikaji berupa fakta, bermanfaat, dan mengarah pada kepastian serta kecermatan. Sumbangan pemikiran yang juga penting adalah pemikiran tentang agama baru yaitu agama humanitas yang mendasarkan pada kemanusiaan. Menurut Comte, intelektualitas yang dibangun manusia harus berdasarkan pada sebuah moralitas. Bagi Comte, kesejahteraan, kebahagiaan dan kemajuan sosial tergantung pada perkembangan perasaan altruistik serta pelaksanaan tugas meningkatkan kemanusiaan sehingga masyarakat yang tertib, maju, dan modern dapat terwujud. Tetapi agama humanitas ini belum sempat dikhotbahkan oleh Comte sebagai agama baru bagi masyarakat dunia karena pada tahun 1957, Comte meninggal dunia.
2.    Karl Marx (1818 – 1883)
Lahir di Jerman pada tahun 1818 dari kalangan keluarga rohaniawan Yahudi. Pada tahun 1814 mengakhiri studinya di Universitas Berlin. Karena pergaulannya dengan orang-orang yang dianggap radikal terpaksa mengurungkan niat untuk menjadi pengajar di Universitas dan menerjunkan diri ke kancah politik. Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas sosial yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul The Communist Manifest yang ditulis bersama Friedrich Engels. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kelas borjuis (majikan) terdiri dari orang-orang yang menguasai alat produksi dan kelas proletar (buruh) yang tidak memiliki alat produksi dan modal sehingga menjadi kelas yang dieksploitasi oleh kelas borjuis (majikan). Menurut Marx, suatu saat kelas proletar akan menyadari kepentingan bersama dengan melakukan pemberontakan dan menciptakan masyarakat tanpa kelas. Meskipun ramalan Marx tidak pernah terwujud tetapi pemikiran tentang stratifikasi dan konflik sosial tetap berpengaruh terhadap pemikiran perkembangan sosiologi khususnya terkait dengan kapitalisme.
3.      Emile Durkheim (1858 – 1917)
Merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif. Karya utamanya antara lain Rules of The Sociological Method, The Division of Labour in Society, Suicide, Moral Education, dan The Elementary Forms of The Religious Life. Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas dengan membedakan dua tipe utama solidaritas yaitu solidaritas mekanis yang merupakan tipe solidaritas yang didasarkan pada persamaan dan biasanya ditemui pada masyarakat sederhana dan solidaritas organis yang ditandai dengan adanya saling ketergantungan antarindividu atau kelompok lain, masyarakat tidak lagi memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Lambat laun pembagian kerja dalam masyarakat (munculnya diferensiasi, spesialisasi) semakin berkembang sehingga solidaritas mekanis berubah menjadi solidaritas organis. Pada masyarakat dengan solidaritas organis masing-masing anggota masyarakat tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri melainkan ditandai oleh saling ketergantungan yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organis merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung seperti bagian-bagian suatu organisme biologis. Berbeda dengan solidaritas mekanis yang didasarkan pada hati nurani kolektif maka solidaritas organis didasarkan pada akal dan hukum. Dalam pengembangan selanjutnya, Durkheim menggunakan lima metode untuk mempelajari sosiologi, yaitu:
a.      Sosiologi harus bersifat ilmiah, di mana fenomena-fenomena sosial harus dipelajari secara objektif dan menunjukkan sifat kausalitasnya.
b.      Sosiologi harus memperlihatkan karakteristik sendiri yang berbeda dengan ilmu-ilmu lain.
c.      Menjelaskan kenormalan patologi.
d.      Menjelaskan masalah sosial secara ‘sosial’ pula.
e.      Mempergunakan metode komparatif secara sistematis. Metode tersebut telah diterapkan dalam sebuah penelitian tentang gejala bunuh diri yang melanda masyarakat Eropa saat itu dengan judul “Suicide”.
4.      Max Weber (1864 – 1920)
Max Weber lahir di Erfurt pada tahun 1864. Menyelesaikan studi di bidang hukum, ekonomi, sejarah, filsafat, teologi dan mengajar disiplin ilmu-ilmu tersebut di berbagai universitas di Jerman. Serta terus menerus menyebarluaskan terbentuknya ilmu sosiologi yang saat itu masih berusia muda. Karya penting dari Weber berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism yang berisi hubungan antara Etika Protestan dalam hal ini Sekte Kalvinisme dengan munculnya perkembangan kapitalisme. Menurut Weber, ajaran Kalvinisme mengharuskan umatnya untuk bekerja keras dengan harapan dapat menuntun mereka ke surga dengan syarat bahwa keuntungan dari hasil kerja keras tidak boleh untuk berfoya-foya atau bentuk konsumsi lainnya. Hidup sederhana dan melarang segala bentuk kemewahan menjadikan para penganut agama ini semakin makmur
karena keuntungan yang dihasilkan ditanamkan kembali menjadi modal. Dari sinilah menurut Weber kapitalisme di Eropa berkembang pesat.
Demikian teori-teori sosiologi, memang tidak bisa memberikan formula dengan daya magis untuk menginterpretasikan kenyataan sosial atau membuat ramalan-ramalan masa depan ataupun memberikan jalan keluar terhadap isu-isu intelektual atau masalah yang dihadapinya. Tetapi kerangka konseptualnya dan intelektual dari persepektif sosiologi, serta gaya analisis yang diberikan oleh teori-teori tertentu dapat membantu kita untuk memahami dunia sosial kita. Pada gilirannya mampu menunjang obyektivitas dan kepekaan. Sekali lagi perlu dicatat bahwa bagaimanapun juga sebuah teori tetap harus dipelajari, sebab warisan ilmiahnya bisa menuntun kita dalam memahami kenyataan sosial. Dan harus dimengerti bahwa bagaimanapun juga dari Eropa-baratlah Sosiologi berkembang.

C.   KEGUNAAN TEORI SOSIOLOGI
Dalam sosiologi terdapat banyak teori-teori yang muncul sebagai akibat adanya suatu kejadian, proses sosial, fenomena sosial yang terjadi di dalam lingkup masyarakat. Teori-teori yang dipaparkan para perintis sosiologi  tersebut mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah :
a.       Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi
b.      Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya dibidang sosiologi
c.       Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi
d.      Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian
e.       Pengetahuan toeretis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.  
f.       Mengorganisasikan dan menyimpulkan pengetahuan tentang suatu hal sehingga hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar bagi upaya-upaya penelitian berikutnya.
g.      Sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.
h.      Sebagai sarana perubahan sosial dan kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.

SEJARAH DAN ALIRAN BESAR DALAM SOSIOLOGI


SEJARAH DAN ALIRAN BESAR DALAM SOSIOLOGI

  1. pendahuluan
sosiologi pendidikan memang merupakan disiplin ilmu yang relatitif baru, berkembang diawal abad ke 20 dan mengalami hambatan dalam perkembangannya, karena dianggap dapat dipelajari atau merupakan salah satu sub dalam pembahasan sosiologi.
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan social antar sesame manusia ( individu dan individu ), antar individu dan ide-ide social ( Siti Waridah dan J. Sukardi, 2001:4 ).
  1. Latar belakang pertumbuhan sosiologi
Sejak manusia dilahirkan di dunia ini, secara sadar maupun tidak, sesungguhnya ia telah belajar dan berkenalan dengan hubungan-hubungan social yaitu hubungan antara manusia dalam masyarakat. Hubungan sosial out dimulai dari hubungan antara anak dengan orang tua kemudian meluas hingga ketetangga ( Abdul Syari, 1995:12).
            Dalam hubungan sosial tersebut terjadilah proses pengenalan dan proses pengenalan tersebut mencakup berbagai budaya, nilai, norma dan tanggung jawab manusia, sehingga dapat tercipta corak kehidupan masyarakat yang berbeda-beda dengan masalah yang berbeda pula.
            Sosiologi ini dicetuskan oleh Aguste Comte maka dari itu dia dikenal sebagai bapak sosiologi, ia lahir di Montpellier tahun 1798. ia merupakan seorang penulis kebanyakan konsep, prinsip dan metode yang sekarang dipakai dalam sosiologi berasal dari Comte. Comte membagikan sosiologi atas statika social dan dinamika social dan sosiologi mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Bersifat empiris yaitu didsarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulatif.
2. Bersifat teoritis yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dan hasil observasi.
3. Bersifat kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk berdasarkan teori yang ada kemudian diperbaiki, diperluas dan diperhalus
4. Bersifat nenotis yaitu tidak mempersoalkan baik buruk suatu fakta tertentu tetapi untuk menjelaskan fakta tersebut.
Comte mengatakan bahwa tiap-tiap cabang ilmu pengetahuan manusia mesti melalui tiga tahapan perkembangan teori secara berturut-turut yaitu keagamaan atau khayalan, metafisika atau abstrak dan saintifik atau positif ( Soekadijo, 1989:4 ).
            Setelah selesai perang dunia II, perkembangan masyarakat berubah secara drastis dimana masyarakat dunia mengingnkan adanya perubahan dalam menyahuti perkembangan dan kebutuhan baru terhadap penyesuaian perilaku lembaga pendidikan. Oleh karena itu disiplin sosiologi pendidikan yang sempat tenggelam dimunculkan kembali sebagai bagian dari ilmu-ilmu penting dilembaga pendidikan ( Muhyi Batu bara, 2004:5 ).
  1. Aliran-aliran pemikiran dalam sosiologi
1. Struktural fungsionalis
Aliran ini lahir di Amerika latin dan menyebabkan terbentuknya teori-teori ( Dun Can Mitchell, 1984:9 ). Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris.
            Bagi seseorang yang mempelajari sosiologi maka teori-teori tersebut mempunyai beberapa kegunaan antara lain:
A.    Suatu teori atau beberapa teori merupakan ihtisar daripada hal-hal yang telah diketahui dan diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang dipelajari sosiologi.
B.     Teori emberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
C.     Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi ( Soejono Soekanto, 1982:24 ).
2. Aliran analitis
Aliran ini lebih mengarah kepada masalah-masalah pembangunan yang praktis. Maslahnya mengenai tradisi penelitian yang berangkat dari perspektif makro ( kehidupan manusia dalam masyarakat secara umum ) yang melibatkan factor-faktor keterangan pembangunan jangka panjang dan didasarkan atas gagasan dan paham ahli-ahli sosiologi klasik. Karena sosiologi mempelajari peristiwa kehidupan masyarakat secara menyeluruh, yaitu tidak hanya menyangkut struktur dan proses social secara obyektif, melainkan juga menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti, perekonomian, hukum, kejahatan dan lain-lain.
3.  Aliran modernisasi internasional
Aliran ini pada tahun lima puluhan dan enam puluhan mengalami zaman perkembangannya dan sosiologi terapan yang ada hubungannya dengan itu, tidak mengenal spesialisasi regional, akan tetapi lebih memusatkan perhatiannya kepada tingkat mikro ( mempelajari masyarakat secara khusus ) dan mencari keterangan untuk proses-proses jangka pendek dan menengah. Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan di desa-desa, di regio dan di perkampungan kota-kota di tingkat mikro.
Dalam penelitian tersebut terlihat perbedaan-perbadaan dalam empelajari sosiologi pembangunan yaitu mengenai sampai seberapa jauh para peneliti itu melibatkan diri dengan masalah penerapan pengetahuan untuk keperluan menentukan kebijaksanaan pembangunan. Penelitian di tingkat mikro memang lebih cocok untuk diterapkan daripada kedua variasi lainnya.
Sosiologi pembangunan ini berasal dari struktural-fungsionalisme. Dari perubahan-perubahan social yang terjadi menimbulkan proses deferensisasi structural. Diferensiasi adalah suatu proses di mana sebuah peranan atau organisasi pecah menjadi dua peranan dan organisasi atau lebih, yang berfungsi lebih efektif dalam keadaan historis yang telah berubah, seperti dalam pembagian kerja.
4. Aliran positivistik atau positivisme
Comte ialah pendiri sekaligus tokoh terpenting bagi positivistik. Positivistik disebut juga paham emperisisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara terisolasi, dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori.
            Positivistik menurut Comte ialah sesuatu yang berguna untuk diketahui, lawan positivistik bukanlah suatu yang negatif melainkan spekulatif atau metafisika ( Harry Hamersma, 1992:55 ). Positivistik menganggap hokum ditentukan oleh pokok persoalannya. Dua tipe pokok positivistik dalam teori hukum ialah positivistik analitika, dan fungsional atau prakmatis.
            Aliran-aliran pemikiran tersebut di atas selalu diidentikkan dengan karya dari penemu-penemu terkenalnya, adalah merupakan suatu tanda kebanggaan akademik juga di dalam disilin lain selain sosiologi untuk dapat menarik pengikut-pengikut dan untuk dianggap sebagai penemu suatu aliran pemikiran baru.

KESIMPULAN


Sosiologi ialah pengetahuan yang mempelajari hubungan sosial antara sesame manusia ( individu dan individu ), antara individu dengan kelompok, serta sifat perubahan-perubahan dalam lembaga-lembaga dan ide-ide sosial.
            Latar belakang timbulnya sosiologi pendidikan ialah disebabkan karena masyarakat mengalami perubahan sosial yang cepat. Perubahan sosial itu menimbulkan cultural lag. Cultural lag ini merupakan sumber masalah sosial dalam masyarakat. Masalah sosial itu di alami oleh dunia pendidikan. Lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya kemudian ahli sosiologi menyumbangkan pemikiran-pemikirannya untuk memecahkan masalah itu, maka lahirlah sosiologi pendidikan.
            Aliran-aliran besar dalam sosiologi antara lain yaitu struktural fungsionalis, analitis, modernisasi international, positivistik.

DAFTAR PUSTAKA


Berry, David. 2003. Pokok-pokok pokoran dalam sosiologi. Jakarta:PT. Raja        Grafindo Persada.
Batu bara, Muhyi. 2004. Sosiologi pendidikan. Jakarta: PT. Ciputat Press.
Hamersma, Harry. 1992. Tokoh-tokoh filsafat modern. Jakarta:PT. Gramedia.
Mitchell, Duncan. 1984. Sosiologi suatu analisa sistem sosial. Jakarta:Bina Aksara.
Soekadijo. 1989. Tendensi dan tradisi dalam sosiologi pembangunan. Jakarta:PT. Gramedia.
Syari, Abdul. 1995. Sosiologi dan perubahan masyarakat. Jakarta:Pustaka Jaya.
Soekanto, Soejono. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta:CV. Rajawali.
Waridah, Siti dkk. 2001. Sosiologi. Jakarta:Bumi Aksara.